Selasa, 06 Desember 2011

Asas Hukum Untuk Dunia Cyber


Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi
sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat
mudah disusupi, dintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.
Dalam ruang cyber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum
dan pengadilan Indonesia tidak memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan
hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi
akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia. Dalam hukum internasional,
dikenal tiga jenis jurisdiksi yakni :
jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe)
jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang
biasa digunakan, yaitu :

pertama, subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.

Kedua, objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana  akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan
bagi negara yang bersangkutan.

Ketiga, nationality yang menentukan bahwa negara
mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan
pelaku.

Keempat, passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan
kewarganegaraan korban.

Kelima, protective principle yang menyatakan berlakunya
hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari
kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila
korban adalah negara atau pemerintah, dan

keenam, asas Universality.
Asas Universality selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan
penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal
interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak
untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian
diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.
Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan
untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses,
namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk
kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar